ANALISIS
PERILAKU MENYIMPANG REMAJA
1.Perilaku menyimpang yang terjadi
remaja di masyarakat
Dalam
hal ini perilaku yang menyimpang pada remaja yang sering kita temui terjadi
adalah:Suka bolos atau cabut sebelum pelajaran berakhir,tidak suka bergaul atau
suka menyendiri, suka berbohong kepada guru dan orang lain, suka berkelahi
,suka merusak fasilitas ,suka mencuri barng kepunyaan orang lain ,ugala ugalan
,kebut kebutan di jalan ,suka memakai narkotika dan obat terlarang ,mabuk
mabukan ,melakukan perkosaan dan
hubungan seks bebas,melakukan perjudian ,melakukan pemerasan ,suka melawan
kepada orang tua ,berpikiran dan berprilaku ekstrim .
Masalah
sosial yang dikategorikan dalam perilaku menyimpang diantaranya adalah
kenakalan remaja. Untuk mengetahui tentang latar belakang kenakalan remaja
dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan individual dan
pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual, individu sebagai satuan
pengamatan sekaligus sumber masalah. Untuk pendekatan sistem, individu sebagai
satuan pengamatan sedangkan sistem
2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan
Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rendah melakukan
kenakalan. Sebab dengan pendidikan yang semakin tinggi, nalarnya semakin baik.
Artinya mereka tahu aturan-aturan ataupun norma sosial mana yang seharusnya
tidak boleh dilanggar. Atau mereka tahu rambu-rambu mana yang harus dihindari
dan mana yang harus dikerjakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Mereka
yang tamat SLTA justru yang paling banyak melakukan tindak kenakalan 17
responden (56,7%) yang berarti separoh lebih, dengan terbanyak 12 responden
(40%) melakukan kenakalan khusus, 2 responden (6,7%) melakukan kenakalan yang
menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, dan 4 responden (13,3%) melakukan
kenakalan biasa. Demikian juga mereka melakukan kenakalan khusus. Sedang mereka
yang hanya tamat SD 1 responden juga melakukan kenakalan khusus. Dengan
demikian maka tidak ada hubungan antara tingkatan pendidikan dengan kenakalan
yang dilakukan, artinya semakin tinggi pendidikannya tidak bisa dijamin untuk
tidak melakukan kenakalan. Artinya di lokasi penelitian kenakalan remaja yang
dilakukan bukan karena rendahnya tingkat pendidikan mereka, karena disemua tingkat
pendidikan dari SD sampai dengan SLTA proporsi untuk melakukan kenakalan sama
kesempatannya. Dengan demikian faktor yang kuat adalah seperti yang disebutkan
di atas, yaitu adanya waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan
positif, dan adanya pengaruh buruk dalam sosialisasi dengan teman bermainnya
atau faktor lingkungan sosial yang besar pengaruhnya.
C. Hubungan Antara Kenakalan Remaja Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga
Dalam
kerangka konsep telah diuraikan tentang keberfungsian sosial keluarga,
diantaranya adalah kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi
keluarga yaitu jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan,
dan fungsinya serta mampu memenuhi kebutuhannya.
1. Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan
Untuk
mengetahui apakah kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya,
artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan orangtua dapat
dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal
ini perlu diketahui karena dalam keberfungsian sosial, salah satunya adalah
mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan data yang ada mereka yang pekerjaan
oangtuanya sebagai pegawai negeri 5 responden (16,7%), berdagang 4 responden
(13,3%), buruh 5 responden (16,6%), tukang kayu 2 responden (6,7%),
montir/sopir 6 responden (20%), wiraswasta 5 responden (16,6%), dan pensiunan 1
responden (3,3%).
Kecenderungan
anak pegawai negeri walaupun melakukan kenakalan, namun pada tingkat kenakalan biasa.
Lain halnya bagi mereka yang orang tuanya mempunyai pekerjaan dagang, buruh,
montir/sopir, dan wiraswasta yang kecendrungannya melakukan kenakalan khusus.
Hal ini berarti pekerjaan orang tua berhubungan dengan tingkat kenakalan yang
dilakukan oleh anak-anaknya. Keadan yang demikian karena mungkin bagi pegawai
negeri lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai masa depan yang lebih baik,
ataupun kedisiplinan yang diterapkan serta
nilai-nilai yang disosisalisasikan lebih efektif. Sedang bagi mereka yang bukan
pegawai negeri hanya sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
sehingga kurang ada perhatian pada sosialisasai penanaman nilai dan norma-norma
sosial kepada anak-anaknya. Akibat dari semua itu maka anak-anaknya lebih
tersosisalisasi oleh kelompoknya yang kurang mengarahkan pada kehidupan yang
normative.
2. Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan
Secara
teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Artinya
banyak terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari keluarga yang tidak
utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di keluarga
Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21 responden (70%) dari keluarga utuh, dan 9 responden dari keluarga tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi ternyata struktur keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang melakukan kenakalan khusus.
Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21 responden (70%) dari keluarga utuh, dan 9 responden dari keluarga tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi ternyata struktur keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang melakukan kenakalan khusus.
Namun
jika dilihat dari keutuhan dalam interaksi, terlihat jelas bahwa mereka yang
melakukan kenakalan khusus berasal dari keluarga yang interaksinya kurang dan
tidak serasi sebesar 76,6%. Perlu diketahui bahwa keluarga yang interaksinya
serasi berjumlah 3 responden (10%), sedangkan yang interaksinya kurang serasi
14 responden (46,7%), dan yang tidak serasi 13 responden (43,3%). Jadi ketidak
berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam interaksi mempunyai
kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak serasi
hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang
dilakukan semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus.
3. Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat kenakalan
Kehidupan
beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian
sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari segi
rokhani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti
mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis
bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka
anak-anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama.
Berdasarkan data yang ada mereka yang keluarganya taat beragama 6 responden
(20%), kurang taat beragama 15 responden (50%), dan tidak taat beragama 9
responden (30%). Dari tabel korelasi diketahui 70% dari responden yang
keluarganya kurang dan tidak taat beragama melakukan kenakalan khusus.
Dengan
demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan dengan
kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi keluarga
yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan anaknya melakukan kenakalan,
baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan
khusus, demikian juga sebaliknya.
4. Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan tingkat kenakalan
Salah
satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas adalah sikap
orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter sebanyak 5
responden (16,6%), overprotection 3 responden (10%), kurang memperhatikan 12
responden (40%), dan tidak memperhatikan sama sekali 10 responden (33,4%). Dari
tabel korelasi diperoleh data seluruh responden yang orang tuanya tidak
memperhatikan sama sekali melakukan kenakalan khusus dan yang kurang
memperhatikan 11 dari 12 responden melakukan kenakalan khusus. Dari kenyataan
tersebut ternyata peranan keluarga dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya
terhadap kehidupan anak.
5. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat kenakalan
Keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau harus
berhubungan dengan lengkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan dari hubungan
tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan kenyamanan dan
ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu meruapakan proses
sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang berhubungan serasi dengan
lingkungan sosialnya berjumlah 8 responden (26,6%), kurang serasi 12 responden
(40%), dan tidak serasi 10 responden (33,4%). Dari data yang ada terlihat bagi
keluarga yang kurang dan tidak serasi hubungannya dengan tetangga atau
lingkungan sosialnya mempunyai kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada
tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus. Keadaan tersebut dapat dilihat
dari 23 responden yang melakukan kenakalan khusus 19 responden dari dari
keluarga yang interaksinya dengan tetangga kurang atau tidak serasi.
6. Pernah tidaknya responden ditahan dan dihukum hubungannya dengan keutuhan struktur dan interaksi keluarga, serta ketaatan keluarga dalam menjalankan kewajiban beragama
Data
tentang responden yang pernah ditahan berjumlah 15 responden, dari jumlah
tersebut 3 responden (20%) karena kasus perkelaian, masing-masing 1 responden
(6,7%) karena kasus penegeroyokan dan pembunuhan, 5 responden (33,3%) karena
kasus obat terlarang (narkotika) dan 8 responden (53,3%) karena kasus
pencurian.
Sedangkan
responden yang pernah dihukum penjara berjumlah 10 responden dengan rincian 7
responden karena kasus pencurian, masing-masing 1 responden karena ksus
pengeroyokan, pembunuhan, dan narkotika. Adapun lamanya mereka dihukum antara 1
bulan-3 tahun, dengan rincian sebagai berikut 4 responden (40%) dihukum penjara
selama 1 bulan, 3 responden (30%) dihukum 3 bulan, masing-masing 1 responden
(10%) dihukum 7 bulan, 2 tahun, dan 3 tahun . Dari responden yang pernah
ditahan dan di hukum semuanya dari keluarga yang struktur keluarganya utuh,
tetapi interaksinya kurang dan tidak serasi. Hal ini menunjukkan bahwa masalah
interaksi dalam keluarga merupakan sebab utama seorang remaja sampai ditahan
dan dihukum penjara. Sedangkan dari sudut ketaatan dalam menjalankan kewajiban
agam bagi keluarganya masih terdapat 1 responden yang pernah ditahan dan
dihukum karena kasus pencurian. Artinya bahwa ketaatan beragama dari
keluarganya belum menjamin anaknya bebas dari kenakalan dan ditahan serta
dihukum.
D. Analisis Hubungan Antara Keberfungsian Sosial Keluarga dengan Kenakalan Remaja
Setelah
dianalisis secara bivariat antara beberapa variabel, maka untuk melengkapinya
dianalisis secara statistik dengan rumus product moment guna melihat keeratan
hubungan tersebut. Berdasarkan tabel distribusi koefisiensi korelasi product
moment diperoleh data sebagai berikut; nilai x = 510 y = 322 x2 = 9.010 y2 =
3.752 xy = 5.283 hasil perhitungan yang diperoleh = - 0,6022. Sedang nilai r
yang diperoleh dalam tabel dengan taraf significansi 5%, dengan sampel 30
adalah 0,361 Berdasarkan data tersebut karena nilai r yang diperoleh dari hasil
penelitian jauh dari batas significansi nilai r yang diperolehnya berarti ada
hubungan negative antara keberfungsian keluarga dengan kenakalan remaja yang
dilakukan. Artinya semakin tinggi tingkat berfungsi sosial keluarga, akan
semakin rendah tingkat kenakalan remajanya, demikian sebaliknya semakin rendah
keberfungsian sosial keluarga maka akan semakin tinggi tingkat kenakalan
remajanya.
Dari
uraian di atas bisa dilihat bahwa secara jenis kelamin terlihat remja pria
lebih cenderung melakukan kenakalan pada tinglat khusus, walaupun demilikan
juga remaja perempuan yang melakukan kenakalan khusus. Dari sudut pekerjaan
atau kegiatan sehari-hari remaja ternyata yang menganggur mempunyai
kecenderungan tinggi melakukan kenakalan khusus demikian juga mereka yang
berdagang dan menjadi buruh juga tinggi kecenderungannya untuk melakukan
kenakalan khusus. Pemenuhan kebutuhan keluarga juga berpengaruh pada tingkat
kenakalan remajanya, artinya bagi keluarga yang tiap hari hanya berpikir untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya seperti yang orang tuanya bekerja sebagai buruh,
tukang, supir dan sejenisnya ternyata anaknya kebanyakan melakukan kenakalan
khusus. Demilian juga bagi keluarga yang interaksi sosialnya kurang dan tidak
serasi anak-anaknya melakukan kenakalan khusus. Kehidupan beragama keluarga
juga berpengaruh kepada tingkat kenakalan remajanya, artinya dari keluarga yang
taat menjalankan agama anak-anaknya hanya melakukan kenakalan biasa, tetapi
bagi keluarga yang kurang dan tidak taat menjalankan ibadahnya anak-anak mereka
pada umumnya melakukan kenakalan khusus.Hal lain yang dapat dilihat bahwa sikap
orang orang tua dalam sosialisasi terhadap anaknya juga sangat berpengaruh
terhadap tingkat kenakalan yang dilakukan, dari data yang diperoleh bagi
keluarga yang kurang dan masa bodoh dalam pendidikan (baca sosialisasi)
terhadap anaknya maka umumnya anak mereka melakukan kenakalan khusus. Dan
akhirnya keserasian hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya juga
berpengaruh pada kenakalan anak-anak mereka. Mereka yang hubungan sosialnya
dengan lingkungan serasi anak-anaknya walaupun melakukan kenakalan tetapi pada
tingkat kenakalan biasa, tetapi mereka yang kurang dan tidak serasi hubungan
sosialnya dengan lingkungan anak-anaknya melakukan kenakalan khusus.
Berdasarkan
analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti
mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya
lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga
dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan
besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya
bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan
anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari
analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan
umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan
kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga
akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin
ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan
remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukanoleh remaja. Berdasarkan kenyataan
di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu
diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui
program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan
pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat
secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja
dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan
meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada
peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing
dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar